Pendidikan berkarakter

Karakter Milenial:

Abstract

Di era milenial, pembentukan karakter adalah pondasi dari bagunan sosial. Bangsa yang bermoral, berorientasi kesejahteraan masyarakat, tangguh, kompetitif, adalah bangsa yang memiliki generasi yang berkarakter. Generasi yang berkarakter adalah generasi yang berjiwa akhlak karimah, berdasarkan jiwa yang iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa, menciptakan kehidupan sosial yang aman dan sejahtera sebagai harapan yang di cita-citakan palsafah Pancasila. Fenomena krisis moral yang terjadi ditengah masyarakat maupun di lingkungan pemerintah yang semakin memprihatinkan menjadi alasan utama pentingnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan. Tindakan kriminal, ketidak adilan, korupsi, pelangggaran HAM, adalah bukti kongkrit telah terjadi krisis moral dan keteladanan pada bangsa kita. Lebih parah lagi, mereka yang bersangkutan tidak ada lagi perasaan malu dengan kesalahan yang dilakukan. Nilai kesantunan dan kerukunan yang menjadi kebanggaan budaya bangsa menjadi lemah dan semakin memprihatinkan seiring dengan masuknya nilai-nilai budaya global. Sehingga karakter dan jati diri bangsa ini semakin tidak jelas disebabkan oleh karakter masyarakat yang semakin tidak menentu. Melalui Pendidikan Islam diharapkan bisa menjadi sebuah solusi untuk mewujudkan pembentukan karakter anak bangsa. Dimulai dari pendidikan dalam keluarga (informal), lembaga institusi (formal) maupun kelompok-kelompok belajar di masyarakat (nonformal). Semua itu merupakan bentuk modal utama dalam usaha pembentukan karakter bangsa.

Dalam kajian antropologi psikologi terkait dengan pendidikan moral dan karakter, Suzanne Gaskins (2010) melihat bahwa produksi dan reproduksi budaya dimaknai dan dibangun berdasarkan pengalaman. Melalui penciptaan lingkungan keluarga, belajar dan sosial yang baik dan produktif dapat menjadi sarana pengembangan moral usia remaja (adolescene). Disisi lain, Era millennial juga dalah era yang ditandai antara lain oleh lahirnya generasi yang memiliki ciri- ciri:

  1. Suka dengan kebebasan;
  2. Senang melakukan personalisasi;
  3. Mengandalkan kecepatan informasi yang instant;
  4. Suka belajar;
  5. Bekerja dengan lingkungan inovatif,
  6. Aktif berkolaborasi, dan
  7. Hyper technology (Tapscott, 2008).
  8. Critivcal, yakni terbiasa berfikir out of the box, kaya ide dan gagasan;
  9. Confidence, yakni mereka sangat percaya diri dan berani mengungkapkan pendapat tanpa ragu- ragu;
  10. Connected, yakni merupakan generasi yang pandai bersosialisasi, terutama dalam komunitas yang mereka ikuti;
  11. Berselancar di social media dan internet (Farouk, 2017, 7).
  12. Sebagai akibat dari ketergantungan yang tinggi terhadap internet dan media sosial, mereka menjadi pribadi yang malas, tidak mendalam, tidak membumi, atau tidak bersosialisasi;
  13. Cenderung lemah dalam nilai-nilai kebersamaan, kegotong-royongan, kehangatan lingkungan dan kepedulian sosial;
  14. Cenderung bebas, kebarat-baratan dan tidak memperhatikan etik dan aturan formal, adat istiadat, serta tata karma (Nata, 2015, 30-31)

Baik secara normative, filosofis dan historis, pendidikan karakter dalam Islam siap menghadapi era millennial. Yakni siap menyiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan di era millennial, dan sekaligus dapat mengatasi berbagai problema kehidupan yang timbul di era tersebut. Kesiapan pendidikan karakter dalam menghadapi era millennial ini, dapat dilihat pada, enam hal. Yaitu :

  1. Sifat dan karakteristik Pendidikan Islam;
  2. Perhatian pendidikan Islam terhadap perbaikan karakter yang cukup besar;
  3. Integralisme pendidikan Islam;
  4. Pendidikan Islam dalam penyiapan generasi unggul dan keteladanan Rasulullah SAW;
  5. Perhatian pendidikan Islam terhadap bidang entrepreneur, dan
  6. Perhatian pendidikan Islam pada manajemen modern (Nata, 2015, 37

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai